Orang-orang di luar sana suka sekali berbicara tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Salah satu yang sering mereka ributkan adalah feodalisme di pesantren. Katanya, di pesantren santri tidak boleh membantah. Tidak boleh berbeda pendapat. Harus tunduk pada kiai tanpa kritik. Katanya, pesantren seperti kerajaan. Kiai adalah raja. Santri adalah rakyat yang harus patuh tanpa pertanyaan. Mereka yang bicara seperti ini biasanya tidak pernah mondok. Mereka hanya membaca dari luar, mendengar dari media, atau melihat potongan video yang sengaja dibuat dramatis.
Lalu mereka menyimpulkan: “Pesantren feodal! Harus diubah!”
Padahal, kalau mereka mau masuk ke dalam, tinggal sebentar saja di pondok, berbicara langsung dengan santri, mereka akan sadar: mereka salah besar.
Feodalisme Itu Apa?
Mari kita bicara soal definisi. Feodalisme adalah sistem sosial di mana ada kasta yang tidak bisa ditembus. Dalam sistem feodal, yang di atas tetap di atas, yang di bawah tetap di bawah. Di Eropa pada Abad Pertengahan, feodalisme berarti bangsawan menguasai tanah, sementara rakyat jelata hanya boleh bekerja tanpa kesempatan naik kelas. Di negara-negara dengan monarki absolut, feodalisme berarti kekuasaan hanya diwariskan kepada keturunan bangsawan. Tidak peduli seberapa cerdas atau berbakat rakyat biasa, mereka tidak akan pernah bisa naik.

Kalau pesantren memang feodal, maka yang boleh menjadi kiai hanyalah anak kiai. Yang boleh menjadi pemimpin pesantren hanyalah keturunan darah biru.
Tapi lihat kenyataan! Berapa banyak kiai besar hari ini yang bukan berasal dari keturunan kiai? Berapa banyak pesantren yang diasuh oleh orang-orang yang dulu hanyalah santri biasa, tanpa nama, tanpa keturunan ningrat? Banyak.
Pesantren: Meritokrasi, Bukan Feodalisme.
Meritokrasi adalah sistem di mana seseorang mendapatkan posisi, penghargaan, atau kesempatan berdasarkan kemampuan, usaha, dan prestasi, bukan karena keturunan, kekayaan, atau status sosial.Dalam konteks pesantren, meritokrasi berarti siapa pun bisa naik posisi—dari santri biasa menjadi pengajar, bahkan kiai—jika ia memiliki ilmu, adab, dan ketekunan.Beda dengan feodalisme, yang menempatkan seseorang dalam posisi tinggi hanya karena lahir dari keluarga tertentu, tanpa peduli seberapa berbakat atau berusaha mereka.
Pesantren tidak mengenal sistem kasta. Siapa pun bisa naik, asalkan punya ilmu dan adab. Santri yang rajin, yang tekun belajar, yang sungguh-sungguh dalam ilmu, bisa naik kelas.
Hari ini dia santri. Lusa dia pengajar. Bertahun-tahun kemudian, dia bisa mengasuh pesantren sendiri. Contohnya ada di mana-mana.
- KH. Maimoen Zubair—dulu santri, bukan anak raja.
- KH. Hasyim Asy’ari—pendiri NU, dulu mondok dan belajar seperti santri biasa.
- KH. Ahmad Dahlan—pendiri Muhammadiyah, dulu juga santri.



Kalau pesantren feodal, tidak mungkin santri biasa bisa menjadi pemimpin besar.Di Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamy 2 Andalusia, sistem ini berlaku jelas. Siapa yang mau belajar, akan naik. Siapa yang malas, akan tertinggal. Tidak peduli dia anak siapa. Dulu, pondok ini hanya sebuah pesantren kecil. Sekarang, berkembang besar dengan Ma’had Aly, tempat santri belajar hingga ke level akademik tinggi.
Dulu, santri hanya belajar kitab kuning. Sekarang, mereka berdiskusi, berdebat dalam bahtsul masail, dan bahkan ada muhadasah mingguan untuk melatih komunikasi dalam bahasa Arab. Apakah santri hanya bisa tunduk tanpa berpikir? Tidak. Santri setiap hari diajak berpikir kritis! Di kelas, mereka membaca kitab kuning, lalu berdiskusi. Membandingkan pendapat ulama. Mempertanyakan dalil. Bahkan dalam musyawarah, perdebatan sering berlangsung sengit.
Kalau pesantren feodal, santri tidak akan diberi ruang untuk berpikir. Tapi nyatanya? Setiap hari mereka berdebat. Setiap hari mereka menantang satu sama lain dengan argumen. Lalu di mana feodalisme itu? Kenapa Isu Ini Terus Dipanaskan? Setiap tahun, selalu ada yang menyerang pesantren dengan isu feodalisme. Kenapa? Karena pesantren masih bertahan.




Di saat sekolah-sekolah formal semakin bergantung pada kurikulum yang terus berubah, pesantren tetap berpegang pada tradisi ilmu yang sudah berjalan ratusan tahun. Di saat banyak lembaga pendidikan kehilangan disiplin, pesantren tetap menanamkan nilai adab dan hormat kepada guru. Dan ini yang membuat sebagian orang gerah.
Mereka ingin pesantren berubah. Mereka ingin pesantren menjadi seperti sekolah-sekolah umum, di mana guru dan murid setara, di mana tidak ada lagi adab kepada ilmu. Tapi pesantren tidak bisa diubah begitu saja. Karena pesantren bukan sekadar tempat belajar, tapi tempat menempa karakter.
Kesimpulan
Orang-orang yang meneriakkan feodalisme pesantren adalah orang-orang yang tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Mereka melihat dari jauh, lalu membuat kesimpulan sendiri. Pesantren bukan feodal. Pesantren adalah sistem meritokrasi berbasis ilmu dan adab. Yang berusaha akan maju. Yang tidak menghormati ilmu akan tertinggal. Itulah kenapa pesantren tetap bertahan. Dan akan terus bertahan.
- Webinar Perdana Ma’had Aly Andalusia Tanamkan Semangat Santri Kreatif dan Literatif di Era DigitalPost Views: 43 Webinar Leler, Banyumas Ma’had Aly Andalusia sukses menggelar webinar perdana sebagai bagian dari rangkaian Lomba Kreasi Santri dalam memperingati Hari Santri Nasional 2025. Mengusung tema besar “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia,”…
- Penutupan PPL Ma’had Aly Andalusia 2025: Gus Hilmy Tekankan Teladan dan Kedisiplinan GuruPost Views: 92 Leler, Banyumas – Sebanyak 37 mahasantri angkatan ketiga Ma’had Aly Andalusia resmi menuntaskan masa Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) selama 40 hari di Madrasah Diniyyah Andalusia, Senin (6/10/2025). Program ini menjadi bagian penting…
- Ro’an: Antara Solidaritas Santri dan Salah Tafsir EksploitasiPost Views: 167 Beberapa hari terakhir, linimasa kita gaduh. Kata “ro’an” tiba-tiba jadi momok. Media, akun-akun aktivis, dan para komentator dadakan berbondong-bondong menyebutnya “eksploitasi.” Padahal mereka tak tahu, ro’an bukan pekerjaan paksa tapi bagian dari…
- Ma’had Aly Andalusia Siap Gelar Wisuda ke-2: Meneguhkan Kiprah Intelektual Pesantren di Era GlobalPost Views: 160 Banyumas, Jawa Tengah (20 Oktober 2025) – Ma’had Aly Andalusia Banyumas akan menggelar Wisuda ke-2 pada Senin, 20 Oktober 2025, di Gedung Ma’had Aly Andalusia. Momentum ini bukan hanya seremoni akademik, melainkan…
- Prestasi Akademik Andalusia: Skripsi Mahasantri Dinilai Setara Tesis pada Munaqasyah Angkatan KeduaPost Views: 224 Banyumas, Jawa Tengah (30 September 2025) – Ma’had Aly Andalusia kembali mencatatkan sejarah melalui terselenggaranya sidang munaqasyah angkatan kedua. Momentum ini mendapat apresiasi khusus dari salah satu penguji eksternal, Dr. KH. Muhammad…
Berita Terkini Seputar Ma’had Aly Andalusia Leler Banyumas !!!
Dapatkan update terbaru dan informasi menarik lainnya seputar Ma’had Aly Andalusia Leler Banyumas hanya di website resmi kami: maalyandalusia.ac.id.
Temukan berbagai artikel yang inspiratif dan bermanfaat tentang kehidupan akademik, program pendidikan, kegiatan santri, dan berbagai info penting lainnya. Segera kunjungi situs official Ma’had Aly Andalusia untuk memperluas wawasan dan mengikuti perkembangan terbaru yang kami sajikan khusus untuk Anda!
#santrilelermendunia #pponpesattaujieh2
Tinggalkan Balasan