Dari lantunan nada yang lembut hingga gemuruh tepuk tangan penonton, nama “Anwarul Mahabbah Lil Banat” kini menggema luas, bukan hanya di lingkungan Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamy 2 Andalusia, tetapi juga menembus panggung-panggung nasional, layar media sosial, hingga playlist digital di berbagai platform. Grup nasyid putri ini hadir bukan sekadar untuk tampil, tapi membawa ruh perjuangan, cinta, dan dakwah melalui harmoni suara dan tabuhan.


Popularitasnya melonjak tajam setelah penampilan mereka dalam Olimpiade Santri Nusantara (OSN) di Al-Falah Ploso yang berhasil menyabet Juara 2 Nasional. Video penampilan mereka viral di TikTok, jumlah penayangan YouTube mencapai ribuan, dan audio mereka bahkan telah menghiasi playlist Instagram dan Spotify para pendengar sholawat. Daya magnet Anwarul Mahabbah Lil Banat bukan hanya karena musikalitasnya, tapi karena kisah perjuangan di balik nama yang bersinar itu.
Tim Jurnalistik Ma’had Aly Andalusia pun berkesempatan untuk mewawancarai langsung sosok penggagas dan koordinator grup nasyid ini, Jamilatun Nida, atau yang akrab disapa Mbak Jamil, untuk menelusuri sejarah, semangat, dan cita-cita dari Anwarul Mahabbah Lil Banat.
Grup ini lahir pada momentum Milad Ibu nyai Rodhiyah Ghorro MZ pada tahun 2024. Sejak lama, Mbak Jamil memendam keinginan untuk membentuk sebuah grup nasyid putri yang terinspirasi oleh Nasyid Putri Ploso, yang sering ia saksikan melalui unggahan Instagram Ning Shema Baha. Keinginan itu akhirnya menemukan jalan saat momen Milad Ibu tiba. Ia menggandeng sahabat sekaligus Lurah Pondok Putri, Lailia Zulfa, untuk mewujudkan mimpi tersebut. Mereka membentuk tim awal dari mahasantr putrii Ma’had Aly dengan harapan bisa diterima oleh Abah dan Ibu.
“Alhamdulillah, Abah langsung meng-ACC dan bahkan dawuh agar nasyid ini ditampilkan di Haflah Akhirussanah 2024,” tutur Mbak Jamil. Bahkan, mereka sempat diminta membuat video untuk dikirim ke Maroko, sebagai persembahan kepada Dukturoh Maryam yang diundang Abah saat itu, meski beliau pada akhirnya tidak bisa hadir.


Awalnya, grup ini hanya dikenal sebagai “nasyid senior“, hingga kemudian mereka mengikuti lomba ke Ploso. Di momen itulah, lahir keinginan untuk memberi nama resmi. “Kami ingin nama yang identik dengan nasyid pondok, dan akhirnya meminta izin kepada Bib Dillah, koordinator nasyid putra, untuk memakai nama Anwarul Mahabbah Lil Banat, sebagai cabang resmi dari grup nasyid putra yang sudah diakui ndalem,” terang Mbak Jamil.
Perjalanan mereka tak selalu mulus. Latihan awal hanya mengandalkan instrumen digital dari YouTube. Namun menjelang lomba, mereka memilih beralih ke tabuhan manual agar lebih mandiri dan kreatif. Proses aransemen dilatih langsung oleh tim nasyid putra, dan hingga kini pun mereka masih meminjam alat dari tim tersebut. Berkat antusiasme dan kerjasama lintas pihak, grup ini terus berkembang dan makin solid.
OSN Ploso menjadi tonggak penting. “Itu pengalaman pertama kami tampil di level nasional. Kami cuma punya satu hari untuk latihan karena bertepatan dengan ujian. Awalnya bahkan dilarang berangkat. Tapi setelah diskusi panjang dengan Syaikh Thoha Arrosyikh, akhirnya kami diberi izin,” kenang Mbak Jamil. Dalam waktu sempit, mereka harus menyusun aransemen ulang karena durasi tampil dibatasi. “Kami potong banyak bagian agar tidak kena pengurangan nilai. Dan alhamdulillah, kami raih juara 2.”

Tantangan tak berhenti di situ. Menurut Mbak Jamil, salah satu hal tersulit adalah menjaga stabilitas suara. “Vokal kami terdiri dari tiga lapis, dan suara 3 itu paling tinggi, sangat rawan serak dan habis,” jelasnya. Maka latihan vokal dilakukan malam hari, dan latihan alat dilakukan sore hari bersama tim putra.
Regenerasi juga menjadi perhatian utama. Mereka menyeleksi santri yang berbakat dalam suara dan musik. Namun, lebih dari itu, kualitas akhlak dan kesungguhan juga menjadi syarat utama. “Anwarul Mahabbah kini jadi grup yang banyak diharapkan oleh Abah Ibu, jadi kami selektif,” ujar Mbak Jamil.
Meski grup ini terbilang baru, antusiasme masyarakat sangat tinggi. Bahkan, saat tampil di Ploso, salah satu anggota mendengar langsung percakapan mbak-mbak Ploso yang sangat menantikan kehadiran mereka secara langsung. Momen itu menjadi bahan bakar semangat agar tidak mengecewakan siapa pun.
“Kami lahir dari ridlo Abah Ibu, dan besar untuk nama pesantren. Aransemen sholawat kami bukan hanya untuk hiburan, tapi bagian dari dakwah,” tegasnya. Untuk ke depan, mereka punya harapan besar untuk bisa mengaransemen syi’ir karya sendiri, terlebih karena di Ma’had Aly ada mata kuliah Arudh. “Sangat mungkin suatu hari nanti kami mengisi sholawat dari syi’ir kami sendiri,” imbuhnya.
Bagi mereka, keberhasilan ini tak lepas dari jasa para musisi nasyid putra yang telaten dan sabar. “Mereka sabar, telaten, dan hampir semua ide datang dari mereka. Kami ucapkan beribu terima kasih.” Dan pesan terakhir dari Mbak Jamil untuk para santri yang ingin berkarya:
“Teruslah berkarya. Dalam seni tak ada yang salah, karena tiap orang punya cara sendiri mengekspresikan makna.”
Ia pun menambahkan harapan penuh makna:
“Jangan pernah ada rasa puas di dunia ini. Teruslah berlatih dan berdoa agar bisa menjadi lebih baik.”
Dan penegasan paling akhir yang menjadi benang merah semangat mereka:
“Jangan pernah bosan untuk melakukan hal baik—terutama untuk mensyiarkan agama Allah melalui suara dan irama yang Allah titipkan.”
Anwarul Mahabbah Lil Banat telah membuktikan, bahwa dari pesantren yang penuh kesederhanaan, dapat lahir irama yang menembus dunia. Sebuah mahakarya cinta yang bermula dari semangat, teruji oleh pengorbanan, dan dituntun oleh ridho guru.
Kabar Terkini dari Ma’had Aly Andalusia Leler Banyumas
Ikuti perkembangan terbaru seputar akademik, kegiatan santri, dan dinamika organisasi di Ma’had Aly Andalusia melalui website resmi: maalyandalusia.ac.id. dan malyjurnalistik.com
Temukan informasi aktual, artikel inspiratif, dan liputan kegiatan langsung dari sumbernya. Jangan lupa ikuti juga media sosial kami untuk update cepat dan konten menarik setiap harinya.
follow Media Sosial
Tinggalkan Balasan